OLEH ; DR.H.SUHARDI DUKA, MM
Foto : Muh. Nur OKT
Pasar dalam pandangan ekonomi Islam sangat
berperan aktif, bila persaingan bebas dapat berlaku secara efektif. Pasar tidak mengharapkan intervensi dari
pihak manapun, termasuk otoritas Negara dalam penentuan harga.
Pasar itu mekanisme ekonomi dengan
hukum-hukumnya termasuk hukum permintaan dan penawaran, karena pada dasarnya
pasar tidak membutuhkan kekuasaan yang besar untuk mengatur apa yang harus di
konsumsi atau diproduksi.
Istilah ,Al- Ghazali,”pola keteraturan
alami di pasar” dan selanjutnya Adam Smith
Mengatakatan serahkan saja pada “invisible
hand “dan dunia akan teratur dgn sendirinya.
Dalam pemahaman itu harga sebuah komoditas
di tentukan oleh penawaran dan permintaan, bila terjadi perubahan pada harga
kemoditas tentu di akibatkan pula oleh
perubahan dari permintaan atau penawaran, Pernah suatu ketika terjadi kenaikan
harga yang luar biasa di pasar di masa Rasulullah SAW, Kemudian sahabat meminta
nabi untuk menentukan harga pada saat itu, lalu Nabi bersabda “Bahwa Allah adalah dzat yang mencabut dan
memberi sesuatu, dzat yang memberi rezki
dan penentu harga ….(HR. Abu Daud )
Ibnu Taimiyah mengatakan, “jika masyarakat
melakukan transaksi jual beli dalam kondisi normal tampa ada bentuk distorsi
atau penganiayaan apapun dan terjadi perubahan harga karena sedikitnya
penawaran atau banyaknya permintaan, maka ini merupakan kehendak Allah.
Selanjutnya dimana pasar” liberal” dan dan
dimana pasar “islami,” pada dasarnya pasar tidak dapat dibedakan, dia adalah
tempat transaksi jual dan beli barang dan jasa, dari sisi tempat dan peran
pasar itu sendiri. Tapi pada saat kita mengamati prilaku manusia yang berperan
di pasar barulah kita dapat membedakannya.
Islam mengenal adanya nilai nilai
spiritualisme pada setiap materi yang dimiliki, yang menjadi central dari
konsep moralnya adalah semua barang milik Allah SWT. Islam tidak memperkenankan jika aktivitas
bisnis dan perdagangan dapat melupakan kita kepada Allah SWT. Yang menjadi
acuan adalah konsep yang tidak saling menzalimi dan kesepakatan secara
“at-taradhin” (suka sama suka).
Bagaimana dengan pasar kita saat ini,
apakah islami atau justru liberal ?........ Perlu dipahami bahwa liberalisme
sangat sulit meninggalkan gen buruknya yaitu
“keserakahan” pada saat sahwat
ini yang mengendalikan pelaku di pasar maka pasar itu pasti tdk islami, selalu
memiliki motif ganda untuk sebuah keuntungan.
Menjual barang yang disamarkan dengan vormalin agar kelihatan
asli, ini motif ganda alias tidak jujur demi untuk mendapatkan keuntungan yang
lebih dan tampa memperhitungkan dampak bagi si pembeli.
Saya ingin ingatkan bahwa setiap bulan ramadhan,
pasar rame akibat tingkat konsumsi naik,
artinya permintaan menjadi naik, tapi biasanya pula barang barang untuk
ramadhan 2 bulan sebelum telah di perasiapkan sehingga stokpun cukup artinya
keseimbangan tetap terjaga, alias normal bila normal maka harga tidak naik,
ataupun kenaikan pada tingkat transfortasi itu biasa dan masih normal. Namun
bila di buat tidak normal di dumping, monopoli baru akang terjadi pola yang
tidak alami, atau invisible hand tidak bekerja, karena ada sahwat yang bermain.
Bila terjadi hal seperti itu maka pasar
tdk islami, disisi lain justru bulan puasa kejadian itu sering terjadi apakah
orang di pasar tidak berpuasa, saya kira penjual dan pembeli sama sama berpuasa
hanya pemahaman kita tentang transaksi islami yang kurang.
Dalam ekonomi islam, setiap keputusan
ekonomi seorang muslim tidak terlepas dari nilai nilai moral dan agama karena
setiap kegiatan senantiasa dihubungkan dengan syariat, seorang muslim diminta
untuk mengambil sebuah sikap moderat dalam memperoleh dan menggunakan sumber
daya, dia tdk boleh isr’af (royal
berlebih lebihan) tetapi juga dilarang
pelit alias bakhil. Kita selalu diposisi tengah tengah, tidak boros tidak
bakhil.
Ekonomi islam memiliki 3 karakteristik,
ketiganya secara azasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam islam, yaitu
asas akidah, akhlak dan asas hukum.
Akidah kita dgn firman Allah, “kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi,,,,,,,,,,,,,,,,,,,(Al-maida 17)
Sesungguhnya Islam tidak memisahkan kehipan
dunia dan kehidupan akhirat, semua aktifitas didunia akan selalu berdampak dan
terhubung di ahirat. Demikian juga aktifitas ekonomi yang kita lakukan, dan
keseimbangan antara individu dan kepentingan umum, sisi prinsip perbedaan
dengan sistim liberal Islam tidak mengakui hak mutlak terhadap suatu materi dan
kebebasan mutlak, islam memiliki batas batas tertentu dalam kepemilikan dan
penggunaannnya.
Demikian juga aktifitas ekonomi islam dalam
pemenuhan dan kesejahteraan, memiliki batas yaitu tidak boleh mengorbankan
kepentingan umum untuk hanya diri sendiri.
Al-Maa’uun ayat 1-3, Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ?
Al-Maa’uun ayat 1-3, Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ?
Itulah orang yang menghardik
anak yatim,
Dan
tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Jadi ekonomi islam adalah suatu sistim
ekonomi, yang mempelajari prilaku manusia dalam memenuhin kebutuhannya dengan
cara yang syar’i, Tidak berarti bahwa kita dalam sistim ini sulit, justru jelas
aturannya, manusiawi, jujur, dan tidak pernah meninggalkan keseimbangan.
Perdagangan Nabi sering kita artikan rugi, justru Nabi juga dalam
perdagangannya untung, karena setiap perniagaan berharap untung dan keuntungan
perniagaan adalah halal, Islam justru melarang kita meninggalkan anak keturunan
dalam keadaan miskin, kita tidak dilarang kaya dan silahkan kaya yang penting
cara memperoleh kekayaan itu islami, dan setelah kaya maka sebagian harta itu
ada hak orang lain.
“Dia adalah dzat yang maha pemurah yang selalu mengabulkan do’a
dan tak pernah mengecewakan hambanya, asalkan mengikuti caranya”
Sapota, 7 juli 2014
SDK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar