Social Icons

Rabu, 12 November 2014

LIBERALISME DAN PERSAINGAN SEMPURNA PADA PASAR ISLAMI "

OLEH ; DR.H.SUHARDI DUKA, MM

Foto : Muh. Nur OKT


Pasar dalam pandangan ekonomi Islam sangat berperan aktif, bila persaingan bebas dapat berlaku secara efektif.  Pasar tidak mengharapkan intervensi dari pihak manapun, termasuk otoritas Negara dalam penentuan harga.

Pasar itu mekanisme ekonomi dengan hukum-hukumnya termasuk hukum permintaan dan penawaran, karena pada dasarnya pasar tidak membutuhkan kekuasaan yang besar untuk mengatur apa yang harus di konsumsi atau diproduksi. 

Istilah ,Al- Ghazali,”pola keteraturan alami di pasar” dan selanjutnya Adam Smith
Mengatakatan serahkan saja pada “invisible hand “dan dunia akan teratur dgn sendirinya.
Dalam pemahaman itu harga sebuah komoditas di tentukan oleh penawaran dan permintaan, bila terjadi perubahan pada harga kemoditas tentu di akibatkan  pula oleh perubahan dari permintaan atau penawaran, Pernah suatu ketika terjadi kenaikan harga yang luar biasa di pasar di masa Rasulullah SAW, Kemudian sahabat meminta nabi untuk menentukan harga pada saat itu, lalu Nabi bersabda “Bahwa Allah adalah dzat yang mencabut dan memberi sesuatu, dzat yang memberi rezki dan penentu harga ….(HR. Abu Daud )

Ibnu Taimiyah mengatakan, “jika masyarakat melakukan transaksi jual beli dalam kondisi normal tampa ada bentuk distorsi atau penganiayaan apapun dan terjadi perubahan harga karena sedikitnya penawaran atau banyaknya permintaan, maka ini merupakan kehendak Allah.

Selanjutnya dimana pasar” liberal” dan dan dimana pasar “islami,” pada dasarnya pasar tidak dapat dibedakan, dia adalah tempat transaksi jual dan beli barang dan jasa, dari sisi tempat dan peran pasar itu sendiri. Tapi pada saat kita mengamati prilaku manusia yang berperan di pasar barulah kita dapat membedakannya.

Islam mengenal adanya nilai nilai spiritualisme pada setiap materi yang dimiliki, yang menjadi central dari konsep moralnya adalah semua barang milik Allah SWT.  Islam tidak memperkenankan jika aktivitas bisnis dan perdagangan dapat melupakan kita kepada Allah SWT. Yang menjadi acuan adalah konsep yang tidak saling menzalimi dan kesepakatan secara “at-taradhin” (suka sama suka).

Bagaimana dengan pasar kita saat ini, apakah islami atau justru liberal ?........ Perlu dipahami bahwa liberalisme sangat sulit meninggalkan gen buruknya yaitu  “keserakahan”  pada saat sahwat ini yang mengendalikan pelaku di pasar maka pasar itu pasti tdk islami, selalu memiliki motif ganda untuk sebuah keuntungan.

Menjual barang yang  disamarkan dengan vormalin agar kelihatan asli, ini motif ganda alias tidak jujur demi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dan tampa memperhitungkan dampak bagi si pembeli.

Saya ingin ingatkan bahwa setiap bulan ramadhan, pasar rame akibat  tingkat konsumsi naik, artinya permintaan menjadi naik, tapi biasanya pula barang barang untuk ramadhan 2 bulan sebelum telah di perasiapkan sehingga stokpun cukup artinya keseimbangan tetap terjaga, alias normal bila normal maka harga tidak naik, ataupun kenaikan pada tingkat transfortasi itu biasa dan masih normal. Namun bila di buat tidak normal di dumping, monopoli baru akang terjadi pola yang tidak alami, atau invisible hand tidak bekerja, karena ada sahwat yang bermain.  Bila terjadi hal seperti itu maka pasar tdk islami, disisi lain justru bulan puasa kejadian itu sering terjadi apakah orang di pasar tidak berpuasa, saya kira penjual dan pembeli sama sama berpuasa hanya pemahaman kita tentang transaksi islami yang kurang.

Dalam ekonomi islam, setiap keputusan ekonomi seorang muslim tidak terlepas dari nilai nilai moral dan agama karena setiap kegiatan senantiasa dihubungkan dengan syariat, seorang muslim diminta untuk mengambil sebuah sikap moderat dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya, dia tdk boleh isr’af (royal berlebih lebihan)  tetapi juga dilarang pelit alias bakhil. Kita selalu diposisi tengah tengah, tidak boros tidak bakhil.

Ekonomi islam memiliki 3 karakteristik, ketiganya secara azasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam islam, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum.

Akidah kita dgn firman Allah,  “kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi,,,,,,,,,,,,,,,,,,,(Al-maida 17)
Sesungguhnya Islam tidak memisahkan kehipan dunia dan kehidupan akhirat, semua aktifitas didunia akan selalu berdampak dan terhubung di ahirat. Demikian juga aktifitas ekonomi yang kita lakukan, dan keseimbangan antara individu dan kepentingan umum, sisi prinsip perbedaan dengan sistim liberal Islam tidak mengakui hak mutlak terhadap suatu materi dan kebebasan mutlak, islam memiliki batas batas tertentu dalam kepemilikan dan penggunaannnya.
Demikian juga aktifitas ekonomi islam dalam pemenuhan dan kesejahteraan, memiliki batas yaitu tidak boleh mengorbankan kepentingan umum untuk hanya diri sendiri.
Al-Maa’uun ayat 1-3,  Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ?
                                          Itulah orang yang menghardik anak yatim,
                                         Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

Jadi ekonomi islam adalah suatu sistim ekonomi, yang mempelajari prilaku manusia dalam memenuhin kebutuhannya dengan cara yang syar’i, Tidak berarti bahwa kita dalam sistim ini sulit, justru jelas aturannya, manusiawi, jujur, dan tidak pernah meninggalkan keseimbangan. Perdagangan Nabi sering kita artikan rugi, justru Nabi juga dalam perdagangannya untung, karena setiap perniagaan berharap untung dan keuntungan perniagaan adalah halal, Islam justru melarang kita meninggalkan anak keturunan dalam keadaan miskin, kita tidak dilarang kaya dan silahkan kaya yang penting cara memperoleh kekayaan itu islami, dan setelah kaya maka sebagian harta itu ada hak orang lain.

        “Dia adalah dzat yang maha pemurah yang selalu mengabulkan do’a
          dan tak pernah mengecewakan hambanya, asalkan mengikuti caranya”




                                                              Sapota,   7 juli 2014


                                                                         SDK



Tidak ada komentar:

Posting Komentar