Social Icons

Selasa, 05 Mei 2015

PEMIMPIN YANG TIBA-TIBA

OLEH : Dr. H. SUHARDI DUKA, MM


Foto : Facebook

"Manajemen adalah melakukan dengan benar, kepemimpinan adalah melakukan hal yang benar," kata Peter Drucker.  Dari hasil riset Prof. Brian Morgan dari Cardifl Business School, membuktikan bahwa tidak ada yang konsisten dari daftar descriptor yang dapat mendefinisikan pemimpin yang luar biasa.

Pemimpin sukses ternyata sangat beragam. Ada yang eksentrik, konformis, bahkan peragu dan sangat santai. Ada juga yang sangat mempesona dan hangat. Sebaliknya, ada juga yang kaku, diam dan dingin.

Managemen dan kepemimpinan merupakan bidang yang sangat dinamis. Kehadiran Presiden JOKOWI dari jabatan Walikota ke Gubernur hingga jadi Presiden, adalah merupakan bukti dari tuntutan publik  saat ini. Dengan penampilan sederhana, lugu dan lurus, tidak amlmbisius serta "lepas" dari belenggu protokol dan seakan akan peduli akan mendapat simpati luar biasa. Bila berada di zaman revolusi era Soekarno, mungkin takkan dilirik orang. Karena pada era itu, dibutuhkan tipikal kepemimpinan yang strong, berapi api bisa membakar semangat massa untuk suatu proses revolusi.

Persoalannya, antara masa lalu dan saat ini, kemampuan media sangat berbeda. Saat ini terlalu banyak teknik dan cara untuk menciptakan citra seseorang. Sehingga yang tampak bukan aslinya. Kita bisa pidato di podium berapi-api tanpa membawa teks sampai 2 jam. Sepertinya kita kuasai benar masalah. Tapi sesungguhnya membaca teks dalam bentuk running teks yang berjalan di depan kita, itulah teknologi. Publik pun kagum seperti kaya ide dan kemampuan oratornya sangat tinggi. Tapi sesungguhnya satu kalimat pun ide aslinya tak ada. Sebab yang dibaca adalah teks yang dibuat oleh seorang staf ahli. Namun tak tampak akibat canggihnya teknologi.

Untuk itulah, kepemimpinan lokal yang sehari- hari dapat kita saksikan bersama  lebih asli dibanding dengan seseorang yang datang tiba-tiba dan di desain secara fenomenal oleh media, seperti di mata najwa.  Bila media berpihak, maka yg di tampilkan sisi baiknya secara terus-menerus. Bahkan didesain untuk terlihat baik dan peduli. Tapi bila sebaliknya, maka akan menampilkan sisi buruknya terus dan berulang ulang.

Lihatlah nasib pengadilan opini yang menimpa Angelina Sondakh, Nasaruddin, dan Anas urbaningrum. Baik gambar maupun beritanya di dua stasiun TV berita Metro dan TV One diputar berulang kali di setiap momen dan waktu siar yang padat pemirsa.  Dampaknya Partai Demokrat rontok pada pemilu 2014 lalu dan PD lebih memilih untuk tak mencalonkan Presiden pada pemilu tersebut.

Selanjutnya mari kita analisa secara benar kepemimpinan lokal saat ini. Mulai dari pemilihan kepala desa sampai pada pemilihan bupati di empat kabupaten di Sulbar.

Sebaiknya jangan hanya menganggap atau mengira-ngira, tapi justru ikuti betul perjalanan hidup, karier, dan kemampuan serta harapan yang dijanjikan oleh kandidat. Kalau hanya melihat luarnya saja maka dalam nya Anda takkan tahu. Demikian pun kalau hanya mengira bisa meleset dari perkiraan Anda. (Sdk)


Kritik dan saran:

sdk.suhardi@gmail.com