Foto Ilustrasi Proton Saga sumber :
Saya kira hanya di Negeri China kita bisa belajar. Ternyata negeri jiran Malaysia pun kita belajar otomotif. Tapi, tidakkah kita lebih maju dalam hal penguasaan Iptek dibandingkan dengan Malaysia? Bukankah kita yang mengajarkan Matematika kepada mereka sebelumnya? Ada apa dengan Indonesia yang memaksa Mobil Nasional dengan Proton?
Jika menengok ke belakang, awal mula meroketnya nama Presiden Joko Widodo saat menjabat sebagai pemimpin daerah, karena ia mampu mendorong inovasi mobil ESEMKA. Bahkan mobil Dinas Walikota terlahir dari produk ESEMKA, karya anak-anak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Kemajuan penguasaan teknologi otomotif Indonesia saat ini telah mampu memproduksi mobil reguler menggunakan migas. Tapi jauh lebih maju, telah menghasilkan prototipe mobil listrik yang canggih maupun tenaga surya.
Dalam negeri pun pabrik mobil pure Indonesia sudah banyak. Walaupun menggunakan merek Toyota, tapi diproduksi di Indonesia dan bahkan diekspor ke Malaysia, Timur Tengah hingga ke Eropa.
Selanjutnya dimana idealisme Indonesia? Sebab bicara pesawat saja, Malaysia membelinya ke kita, ke Indonesia. Lalu secara mengagetkan kemudian Proton seketika akan jadi mobil nasional? Saya kira ini sesuatu yang perlu dikaji.
Bagi kita Indonesia dalam konstruksi memandang Malaysia adalah bagaimana kita kembali mangajar Malaysia berdemokrasi. Sebagaimana di era tahun 70 an kita mengajar mereka matematika. Demokrasi bagi Malaysia dianggap penting untuk bisa menciptakan stabilitas di kawasan ASEAN. Kendati diketahui bahwa stabilitas pemerintahan di Malaysia cukup baik. Tak seperti di Bangkok, Thailand. Namun kemajuan demokrasi di Malaysia jauh tertinggal dibanding Indonesia dan Philipina.
Sebaiknya Indonesia untuk sejenak melupakan Mobnas. Akan lebih baik jika bersaing di industri komponen lokal tinimbang menjadi produsen mobil nasional negara lain. Karena negara yang yang mampu mencapai 40 persen penggunaan komponen lokal maka di MEA akan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk. Semisal Avanza, Terios, Fortuner dapat ditingkatkan di atas 40 persen kandungan lokalnya.
Masyarakat ekonomi ASEAN tahun depan akan berlaku secara efektif. Tak sedikit kalangan mengaku skeptis terhadap kemampuan tenaga kerja Indonesia.
Sebenarnya negara kita paling diuntungkan dengan kehadiran MEA. Pertama, karena Indonesia memiliki populasi penduduk paling besar.
Kedua, tenaga kerja Indonesia masih bisa dibayar dengan upah menengah. Coba bandingkan dokter Singapura dibayar 200 dollar dan Indonesia Rp200 ribu sekali periksa. Wajar jika dokter Singapura tak ada yang mau bekerja di Indonesia dengan upah sedemikian rendah.
Ketiga, saat ini tenaga kerja Indonesia sudah ada di hampir seluruh negara di ASEAN untuk bekerja di berbagai bidang. Yang tersisa adalah upaya peningkatan SDM tenaga kerja kita. Utamanya pada tenaga yang dibutuhkan dan bersaing seperti tenaga para medis. Untuk diketahui, kita masih tertinggal dibanding Philipina sebagai pesaing kita.
Kita sangat berharap bangsa yang besar ini tetap menjadi rujukan dan barometer ekonomi di ASEAN tidak justru menjadi pengekor dan menjadi beban ekonomi ASEAN atau pasar ASEAN belaka. Pemerintah dan pelaku ekonomi sebaiknya memiliki visi yang sama dalam menghadapi setiap kompetisi di kawasan. Tidak justru mengambil kesempatan di tengah kesempitan sebegaimana halnya Rencana Mobnas ini. (sdk)
Kritik dan saran:
sdk.suhardi@gmail.com