Social Icons

Senin, 10 November 2014

SUBSIDI DAN PILKADA, ANTARA ALAT DAN TUJUAN

Oleh : DR. H. SUHARDI DUKA, MM






Waktu berlalu dan waktu berganti. Apa yang mungkin terjadi dan yang telah terjadi menuju ke suatu akhir yang selalu ada……… Inti dari pola ini adalah pergerakan.  (TS. Eliot).

Untuk hal tersebut maka sekiranya anda dalam merumuskan sebuah visi, maka anda harus mengambil perbandingan kondisi 20 tahun yang lalu dan perkiraan 20 tahun ke depan.
Ingatlah bahwa visi adalah masa depan yang anda pilih dari banyak kemungkinan. Anda dapat menemukan ratusan atau bahkan ribuan kemungkinan skenario masa depan. Namun tentu tidak semuanya diperlukan dan anda sebagai seorang   pemimpin yang memilih serta menentukan pilihan masa depan yang anda inginkan.

Mau kemana Indonesia atau Sulawesi Barat ke depan, serta anda akan berada di jalur mana untuk menentukan masa depan itu?

Kita bisa fokus untuk satu profesi dan juga tidak salah kalau anda menentukan 2 profesi. Seseorang tidak bisa langsung jadi Presiden. Kadangkala dia jadi pengusaha kemudia jadi politisi. Namun harus ditekuni, dijalani sungguh-sungguh.  Anda bisa membuat lompatan, yang penting lompatannya benar. Seperti dari legislatif ke eksekutif atau sebaliknya dari eksekutif ke legislattif.

Pasca Pilpres kita sibuk dengan diskusi subsidi BBM, dan Pemilihan Kepala daerah langsung atau melalui DPRD.  Bahkan Indonesia seperti sedang terjadi 2 blok besar. Satu blok mendesak SBY untuk menaikkan harga BBM, agar Jokowi memiliki celah fiskal pada APBN 2015 agar mulus mengendalikan pemerintahan. Di blok yang lain ingin agar pilkada di kembalikan ke DPRD dengan argumen efisiensi anggaran di daerah.

Pandangan saya, janganlah kita terjebak dan sibuk dengan diskusi jangka pendek, berkutat di alat untuk mencapai tujuan, lalu melupakan hal subtansi tujuan itu sendiri.

Subsidi dan Demokrasi adalah alat mencapai tujuan, yakni kesejahteraan. Menaikkan harga BBM, bukanlah kiamat bagi setiap etape pemerintahan di Indonesia. Setiap Presiden pada saat yang tepat akan menaikkan harga BBM demi penyelamatan keuangan Negara dan kesejahteraan rakyat.

Demikian pun cara berdemokrasi kita, subtansinya adalah kita berdemokrasi sesuai kontitusi. Kalkulasi politik di daerah_bila benar pemilihan kepala daerah dipilih di DPRD_akan terjadi perubahan dan penyesuaian strategi. Peran partai politik akan sangat dominan dalam menentukan calon, Mulai dari DPC, DPD sampai ke DPP. Peran elite diakui menjadi sangat signifikan.

Jalur untuk menjadi kepala daerah titik sentrumnya ada di partai politik. Sehingga, sangat kecil kemungkinan seseorang dapat menjadi Kepala Daerah jika tidak memiliki hubungan yang baik dengan partai politik. Atau berkarir terlebih dahulu di partai politik.

Anggota dewan akan memiliki peluang yang lebih besar dibanding dengan birokrat, karena rata-rata anggota dewan adalah pengurus atau anggota partai politik. Sementara birokrat dilarang untuk menjadi anggota partai politik.

Apa yang dikuatirkan sebagian kepala daerah tentang loyalitas ke rakyat akan berkurang dan pindah ke wakil rakyat tak dapat dihindari. Bahkan kalau kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD, maka kedudukannya sangat rawan, dan dapat dijatuhkan.

Namun bila kualitas anggota dewan baik dan negarawan, tentu akan dapat mencegah penyimpangan dan korupsi akibat kontrol dewan yang sangat kuat terhadap Kepala Daerah. Sebaliknya, bila kekuatan dewan disalahgunakan, maka akan banyak lagi korupsi berjamaah anggota dewan sebagaimana periode UU 22/99 yang lalu.

Sudah saya katakan bahwa  kalkulator politik banyak variannya!

SAPOTA  12 SEPT. 2014


SDK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar