Social Icons

Sabtu, 07 Februari 2015

SBY DAN RUMAH PERJUANGAN CIKEAS

OLEH : DR.H.SUHARDI DUKA, MM



 Foto dari Facebook Pa Wahab Abdy

Jabatan itu berikut auranya yang diberikan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, suasana Cikeas semasih menjabat Presiden begitu sangat berwibawa dan dijaga dengan standar protokoler Kepala Negara. Saat ini Cikeas menjadi Rumah biasa, tak beda dengan rumah lain di sekitarnya. Tak lagi dijaga ketat, apalagi dengan tatakrama protokoler khas Kepala Negara. Demikian suasana saat pertemuan para ketua DPD dan DPC Partai Demokrat se-Sulawesi dan Aceh di Cikeas Minggu tgl 1 Februari 2015 lalu.

Tak salah jika mencuat pertanyaan menggugah; Apakah ada perubahan suasana kediaman Cikeas saat Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai Presiden maupun sesudahnya? Apakah cara pandang SBY melihat Indonesia saat ini telah berubah? Dan bagaimana harapannya terhadap masa depan Indonesia?

Rupanya, pandangan SBY terhadap kepentingan  nasional tetap masih sama. Beliau ingin melihat pemerintahan baru bisa lebih baik dari ikhtiar yang telah dilakukan selama 10 tahun. Bagi SBY, apapun alasannya polisi adalah komponen penting dalam negara. Demikian halnya dengan eksistensi KPK sebagai amanah reformasi.

Memang benar, bahwa tak semua ruang publik dapat dicampuri oleh domain politik dan partai politik. Seorang Presiden harus mandiri, independen dan tak boleh didikte oleh siapapun. Seorang Presiden harus tetap memperhatikan hubungan antar negara dan kepentingan dalam negeri masing-masing adalah bagian penting dari hubungan bilateral. Karena tak ada negara yang dapat berdiri sendiri tanpa mementingkan bantuan negara lain.

Untuk itu, Partai Demokrat diminta untuk tidak menyerang Pemerintah. Sebaliknya justru diminta agar ikut menjadi bagian dari solusi.

Pesannya, “Jangan terbiasa menanam balas dendam pada generasi dan kader. Dahulukan kepentingan nasional diatas segalanya. Kalau kita berbeda pandangan itu karena kemerdekaan kita memandang mana yang lebih baik bagi Indonesia, bukan mana yang lebih baik bagi partai”.

Di era pemerintahan saya, _kata SBY_, KPK begitu kuat menyerang kader-kader Partai Demokrat. Bahkan sampai saat ini. tapi itu tidak berarti kita harus ikut menyerang KPK sebagai balas dendam. Olehnya itu, mari terus pegang pakta integritas akan berpolitik santun, beretika dan bersih. Platform politik partai Demokrat tidak berubah, tetap menjaga hak-hak politik rakyat demokrasi dan berjuang untuk kesejahteraan dengan cara santun dan bersih.

Indonesia, dengan momentum harga minyak yang murah sangat memiliki peluang untuk perbaikan ekonomi saat ini.  Janganlah menghabiskan energi untuk urusan yang tak semestinya.

Dengan demikian, merujuk pada landasan ideal Partai Demokrat, sehingga Untuk Pilkada pun kita akan tetap engawal Perppu sebagai bagian dari perjuangan Partai Demokrat serta mempertahankan mekanisme Pilkada langsung.

Olehnya, untuk memenangkan Pilkada di daerah kita akan sangat berbesar hati untuk menjalin kerja sama dengan tokoh dan partai-partai yang sejalan dan seperjuangan untuk kesejahteraan rakyat. Sebab jika dilihat dari konfigurasi politik Nasional, Partai Demokrat tidak berada pada Koalisi Merah Putih (KMP) maupun Koalisi Indonesia  Hebat. Tapi Partai Demokrat bisa membangun kerja sama dengan semua partai yang berada pada dua koalisi itu.

Itulah bahagian penting dari arahan SBY pada pertemuan di Cikeas. Kesan mendalam yang saya perhatikan, ternyata SBY lebih segar sehat dan jernih pemikiran dalam memandang Indonesia. Bahkan komunikasi dengan kerabat pejabat di luar negeri masih berjalan dan tetap memperjuangkan kepentingan Indonesia. Termasuk dengan para dubes negara sahabat.

Memang partai Demokrat berharap, kiranya program pro rakyat dapat tetap dipertahankan demi kepentingan rakyat. Semisal BPJS kesehatan, PNPM Mandiri, KUR, dana BOS, sertifikasi guru serta program lain yang sangat dibutuhkan rakyat. Sebaliknya kita bersedih jika kebijakan baru muncul disertai alasan hendak mencerabut jejak SBY. Akan lebih bijak sekiranya kita tetap mempertahankan kebijakan yang baik (baca: pro rakyat) sekalipun telah lama, dari manapun asalnya, siapapun penggagasnya. Sembari merentang kebijakan baru yang lebih solutif. (sdk)

Kritik dan saran:

Senin, 02 Februari 2015

KALENDER 1998

OLEH : DR. H. SUHARDI DUKA,MM





Tahun 1998 silam, rezim orde baru jatuh setelah berkuasa selama kurang lebih 33 tahun. Di tangan Pak Harto, sistem kekuasaan terpusat. Termasuk hukum, militer dan ekonomi, seluruhnya dikendalikan olehg mekanisme sentalistik yang dibangunnya.

Jika ditilik alasan yang mendasari keruntuhan orde baru, tentu karena praktek korupsi dan nepotisme telah merajai hampir seluruh level pemerintahanj kala itu. Sehingga menimbulkan kesenjangan dan ketimpangan pendapatan dalam masyarakat. Serta tidak terpenuhinya hak-hak rakyat akibat tidak adanya demokrasi dan kebebasan serta kepastian hukum.

Dilihat dari tahapannya, keruntuhan orde baru bermula dari krisis ekonomi, kemudian berlanjut ke krisis moneter. Neraca perdagangan Indonesia waktu itu mulai mengalami defisit akibat utang luar negeri yang sulit dibayar. Juga karena cadangan devisa habis. Dampaknya, kondisi ini melemahkan nilai tukar rupiah dan inflasi yang tinggi.

Bak gayung bersambut, Krisis politik turut mengamini persoalan ekonomi secara beruntun. Hal ini ditandai dengan berbaliknya arah dukungan partai pendukung Pemerintah yang mayoritas di parlemen saat itu. Posisi tawar Politik Pak Harto kian melemah, dialog politik menjadi buntu dan tidak memiliki jalan keluar. Hingga pada puncaknya, parlemen meminta Pak Harto mundur.

Di samping itu, tahun 1998 juga menjadi tahun yang amat terasa bahwa politik telah menjadi panglima di atas kepastian hukum. Rakyat tidak taat lagi dengan hukum dan bahkan bertindak sendiri dengan melakukan Penjarahan di kota-kota besar.

Kondisi tersebut terus menguatkan publik untuk tak lagi menaruh kepercayaan kepada pemerintah. Publik tak lagi mempercayai pemerintah, dan tokoh formal gerakan massa tak lagi terkendali. Maka terjadilah gerakan sosial yang semakin hari semakin memuncak. Inilah yang disebut sebagai people power. Bahwa Kekuatan rakyat secara mayoritas telah bergerak untuk menurunkan Pemerintah. Dengan melihat itu semua, Pak Harto sebagai seorang negarawan akhirnya memilih mundur demi untuk Indonesia dan masa depannya.

Selanjutnya, pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga tak kalah peliknya. Mantan Ketua PBNU ini mundur setelah dimundurkan oleh DPR. Mengapa? Karena Gus Dur melakukan dua tindakan yang tak lazim; Menyebut DPR ibarat taman Kanak-Kanak, dan membubarkan DPR melalui dekrit yang diterbitkannya.

Pertanyaannya, ada apa dengan kalender 1998? Sesungguhnya ini tidak prinsip, kendati kita pun harus tetap percaya bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua itu ada yang mengaturnya. Jika secara cermat diperhatikan, Kalender 1998 persis sama dengan  kalender 2015. Baik hari dan penanggalannya tidak ada yang berbeda. Anggaplah kita sedang menggunakan asumsi numerologi.

Ini artinya perlu kehati-hatian. Persoalan KPK VS POLRI sebaiknya jangan dilihat sebagai sesuatu yang sederhana. Dua institusi ini adalah pilar negara yang sangat dibutuhkan. Saya tak bisa membayangkan kalau polisi mogok sehari saja? Sedangkan polisi kerja 24 jam masih macet dimana mana, pencurian dan penganiayaan masih jalan. Termasuk bank masih ada yang dirampok serta teroris yang terus menjalarkan kanal pergerakannya.

Demikian pun KPK, galak seperti saat ini pun masih banyak orang korupsi. Apalagi jika sampai KPK bubar. Saya tidak bisa membayangkan bagaiamana massa gerakan anti korupsi akan bergerak termasuk mahasiswa.

Di sinilah diuji kematangan seorang pemimpin. Hampir semua kalangan dan tokoh bahkan bekas kompetitor pun telah datang menemuinya. Di sinilah sesungguhnya dilihat mana yang asli kawan atau hanya kepentingan.

Pandangan saya, kepada Bapak Presiden Jokowi, dalam menyelesaikan permasalahan ini, sebaiknya merunut mulai dari awal dan titik beratnya adalah pada kepentingan Rakyat, bukan elite dan parpol. Apa kata BJ Habibie? Hukum itu harus objektif tapi subjektif terhadap kepentingan rakyat. Pernyataan ini sangat berbeda dengan kata mantan-mantan pengacara itu yang sering muncul di TV saat ini.

Pemerintah  saat ini harus segera kembali pada tugas pokoknya yaitu pembangunan ekonomi dan revolusi mental. Angka pertumbuhan ekonomi yang dipatok 2015 adalah angka yang tak memberi harapan besar; 5,7 persen. Angka ini hanya cukup menutup  angka Inflasi yang dipatok, 5 persen.

Kalau kinerja ekonomi baik akibat beban subsidi tak ada lagi, dan momentum rendahnya harga minyak dunia, maka sesungguhnya Indonesia bisa tumbuh di atas 6 persen. Beban Impor BBM dapat dimanfaatkan untuk mendorong ekspor dengan memberikan kebijakan agar daya saing bahan ekspor kita meningkat, target swasembada beras dalam 3 tahun bisa dicapai, Dolog kembali diberdayakan dan pembangunan infrastruktur dipercepat.

Dari empat tahapan jatuhnya orde baru di atas, sampai saat ini kondisi Indonesia belum ada di tahapan itu. Karenanya kita berdoa, semoga semua selamat dan berakhir damai. SAVE POLRI SAVE KPK. (SDK)



Kritik dan saran:

sdk.suhardi@gmail.com

----------------------------