Oleh : DR. H. SUHARDI DUKA, MM
Oleh John Whitmore menukilkan kalimat bijak. Katanya, pengetahuan adalah
kekuatan dari sudut pandang pemahaman diri sendiri. Ia pun menyatakan:
"Apa yang membuat aku sadar memberdayakan diri ku, dan apa yang membuat
aku tidak sadar mengendalikan aku".
Sesungguhnya, kepercayaan
diri itu penting. Tapi harus selalu realistis dalam menilai setiap
fakta. Kepercayaan diri akan selalu berhubungan dengan ambisi.
Disebabkan kondisi psikologis ini sangat terkait dalam diri manusia.
Orang
yang cerdas akan selalu mengukur kepercayaan dirinya dengan realitas
keilmuan yang dapat dijadikan standar teoritis untuk menilai setiap
keputusan.
Umpama Arema Malang yang hendak melawan Manchester
United (MU). Klub sepakbola Arema Malang memang perlu percaya diri, tapi
harus terukur dan tidak perlu ambisi untuk mengalahkan lawan sekaliber
MU. Sebab jika berambisi untuk mengalahkannya maka kontrol permainan
akan menjadi sulit terkendali. Akibatnya justru kesempatan bagi MU untuk
mempecundangi lawan sampai 10 nol. Inilah bukti betapa diperlukan
kesadaran terhadap siapa yang mengendalikan kondisi psikologis kita.
***
Banyak
pemimpin dalam pengambilan keputusan tidak independen. Bahkan justru
tidak dalam kendali kesadarannya. Akibatnya menjadi pribadi yang tidak
jelas bahkan gampang dipengaruhi oleh kepentingan lain. Kita akan
menemukan karakter kepemimpinan yang tidak konsisten, cepat berubah.
Kata sepadan dari itu adalah pemimpin yang lain wujud pagi hari, lain
pula di sore hari.
Coba perhatikan rumus teori kesadaran diri
ala Bennis. Menurutnya, kesadaran diri sama dengan pengetahuan diri.
Sama dengan kepemilikan diri, sama dengan kendali diri, dan sama dengan
ekspresi diri.
Kesadaran diri akan menciptakan peluang
mendapatkan pengetahuan diri (is'al). Dan saat itu akan memperbesar
percaya diri dan keyakinan diri. Selanjutnya, kita mampu mengendalikan
diri sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Maka di sinilah akan
muncul independensi dalam pengambilan keputusan sebagai bentuk kesadaran
emosional. Sekaligus jati diri kita yang strong sebagai seorang
leadership.
Berani dengan kuat berbeda bila dipersonifikasi pada
pemimpin. Berani bisa bermakna ambisius. Berani juga dapat mengabaikan
norma literasi. Sebaliknya, strong adalah kharisma terhadap suatu
keputusan yang dibuat. Apakah akan bertahan dengan berbagai goncangan
dan ancaman, ataukah bakal berubah saat petang itu tiba. Pemimpin yang
strong, bila telah mengambil keputusan maka menjadi harga diri dan akan
kuat bertahan dengan keputusannya. Sehingga akan memperbesar ekspressi
dirinya sebagai pemimpin.
Olehnya itu, kekuatan diri sangat
penting bagi manager ataupun pemimpin, untuk bisa mewujudkan program,
ataupun misinya. Lihat saja, banyak pemimpin justru meninggalkan visi
misinya setelah terpilih. Karena ia adalah pribadi yang tidak realistis
dan tidak mampu melakukan kendali diri.
Salah satu cirinya
adalah menuding orang lain sebagai pihak yang salah. Sementara yang
benar, hanya dirinya sendiri. Menjanjikan perubahan yang tidak mendasar,
asal beda dan tidak menyadari secara realistis bahwa hal itu jauh
dengan keinginan publik dan calon pemilih.
Terakhir, mengenal
pemimpin bagi publik itu penting agar nantinya dapat menilai karakter
dan ambisi seorang pemimpin, yang pada akhirnya akan menjadi dasar untuk
memilih. (Sdk)
Kritik dan saran: sdk.suhardi@gmail.com
Jumat, 23 Oktober 2015
Langganan:
Postingan (Atom)