Rabu, (26/11) lalu kami masuk di Intitute
Management Australia. Di sini kami digembleng oleh para manager muda dari
berbagai kalangan dan perusahaan. Dalam pelatihan ini, kami berempat.
Dari Indonesia sebenarnya ada 16 orang yang
mengajukan permohonan. Sementara yang disetujui hanya 3 orang Bupati dan 1
orang Fungsional. Dengan demikian kami satu kelas dengan orang-orang bule dalam
mengikuti pelatihan kepemimpinan di Negeri Kangguru ini.
Ada beberapa catatan penting dari pelatihan
ini. Pertama, dalam memahami materi kami mengalami hambatan komunikasi
disebabkan oleh kesulitan memahami bahasa setempat. Kedua Narasumber cukup
cerdas dalam menyesuaikan materinya. Bayangkan, ada 3 meja yang diisi oleg
tenaga fungsional dan manager di berbagai perusahaan besar di Australia, dan
satu meja lainnya merupakan pejabat public dari Indonesia.
Dari perbincangan kami dengan sejumlah
peserta, mereka butuh pendidikan sebagai satu syarat di perusahaan untuk dapat
naik tingkat pada jenjang jabatan managing direkctor, atau pun senior
manager. Katanya tak ada pemimpin yang
instan. Sebab yang membedakan seseorang ahli, atau tidak adalah proses latihan.
Olehnya itu pememimpin yang baik adalah
juga murid yang baik karena terus belajar, dan dapat menerima timbal balik dari
hasil kepemimpinan. Baik dukungan atau pun kritik haruslahi diterima dalam
bingkai perbedaan.
Kepemimpinan ke depan adalah mereka yang
memahami potensi dirinya, memiliki agenda atapun misi untuksuatu masa depan.
Tipikal kepemimpinan masa depan juga tercermin dari keerdasan memberdayakan
lingkungan sosial. Utamanya sumber daya yang dimiliki dengan mamanfaatkan
jaringan yang banyak.
Jaringan dalam konteks kepemimpinan sangat
menentukan bagi seorang pemimpin. Termasuk peran media dalam mengeksplorasi
gagasan dan agenda agar dipahami oleh public ataupun lingkungannya dengan baik
dan tepat.
Di negara yang maju seperti Australia,
publik tidak lagi mempersoalkan gaya seorang pemimpin ataupun kekuatan media
mengeksplor perilaku pemimpin. Di tempat
ini, yang diukur adalah hasil alias fakta. Gaya dan cara apapun yang anda
lakukan sejauh dalam batas kultur tidak dipersoalkan oleh publick atau
perusahaan. Ukurannya seberapa besar kepampuan dalam produksi dan menguasai
pasar. Dan untuk pejabat publik adalah tingkat pelayanan dan indikator
kesejahteraan masyarakat.
Media Australia sudah lama bebas dan
masyarakatnya pun terdidik. Olehnya itu, kemapuan media mempengaruhi citra
seseorang tidak sekuat Indonesia. Namun
tidak berarti media tidak memiliki pengaruh. Akan tetapi publik Australia
selalu mengukur pada hasil nyata.
Sejelek apapun di media seorang Mayer, akan
tetapi kotanya bersih dan pelayanan publik berjalan dengan baik indikator
ekonomi makro naik seperti pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita
masyarakat, maka walikota bisa terpilih
kembali.
Tegasnya, ukuran nyata tidak dapat
dimanipulasi selain dirasakan langsung oleh masyarakat. Yang lebih penting
semua lembaga survey maupun statistk sangat taat pada koridor hukum.
Hukum dipahami dengan baik dan dijalankan
oleh semua orang di Australia. Kota Perth misalnya, hampir tak ada pelanggaran
dan kecelakaan lalu lintas. Taxi tidak akan berjalan kalau semua penumpangnya
belum pasang sabuk pengaman. Begitu pun di parker area tidak ada yang parkir
kalau bukan tempat yang dikhususkan parkir.
Dan yang juga hebat ada banyak orang
Indonesia bekerja di kota Perth ini, serta telah menjadi masyarakat Australia.
Mereka juga sangat taat hukum baik perempuan maupun laki-laki.
Lalu bagaimana kita di Indoneisa ? Orang
Indonesia bila sudah di luar negeri rupanya juga profesional dan taat hukum.
Anehnya, jika masih di Indonesia justeru belum bisa berlaku demikian. Wallahu
a'lam.
Perth, 28 Nov. 2014
Kritik dan saran
sdk.suhardi@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar